Kamis, 29 Desember 2011

BUKA PINTUMU

Buka pintu,
Izinkan aku meukis pada ruangmu
Izinkan warnaku mengisi duniamu

Janji takan ada tinta kelabu
Semua warna kan tetap terpadu
Sendu, riang, pahit, manis
Biarkan warna kan tetap memadu

Takan teraih ruang yang kau puja
Bila pintumu tak pernah terbuka untukku

Sebentar saja, biarkan ku lukis setiap warna
Biar nanti bila kau tak tertarik
Ku hapus segala tintaku
Takan ada lagi warna wajahku
Kau kan lupakan warnaku

Minggu, 25 Desember 2011

AURA SURAI SENYUMMU

Mungkin belum saatnya...
Walau ntah kapan saatnya

Auranya bening,
Bak bola mentari dibalik wajah kristal
Terlebih bening dari aliran sungai

Aura itu, wujud hatimu
Kau jaga selaras suraimu
Kau hias seindah suraimu
Tak kau biarkan dia yang tak berhak

Tetap jaga sinar Auramu
Dan pancarkan kemilau senyummu
Pegang erat surai yang kau miliki

Jumat, 23 Desember 2011

POTRET IBU

Potret wajah dalam ingat
Ntah hatinya terbakar kesal
Ntah hatinya layu luluh letih
Disana senyumnya selalu mekar

Tak pantas mungkin tuk dibandingkan
Tak ada kata dan gambar untuk arti dirimu, ibu
Ibu tetaplah ibu...
Arti dalam setiap nafas yg terluang
Cukup itu ibu
Tiada arti untuk ibu
Ibu adalah arti yang satu
Mutlak ibu berarti untukku

Ibu, adalah ibu
Tak ada dua
Esa terbilang

Arti yang hidup
Melebur dalam hati
Membaur dalam darah
Merasuk dalam ingat
Dimana nafas berulang terluang
Disana potret ibu untukku ada

Senin, 19 Desember 2011

ARTI RUMAH

Beratap genting miring,
Tameng terik dan gigil

Jendela kotak bening,
Binaran cahaya dan ilmu

Pintu kayu melayu,
Jalan pilihan dan mimpi

Rumah bukan tempatku tinggal,
Rumah tempat yang mengerti ku

Dimanja ruang kamar
Dirayu aroma dapur
Bernyanyi sambil mandi
Lepas lelah dipangku sofa

Kamis, 15 Desember 2011

RINTIK PETIK PELANGI

Nada petik danau
Rintik nyanyi dalam surai
Lentik nyanyian parau

Biar ini nada tiktik, cantik
Pudar bayang dalam rintik
Tiktik disana cantik
Lukiskan kembali pelangi tu

Jumat, 09 Desember 2011

HANYA UNTUK DISINI

Dengarkan disana mereka menangis,
Mengemis hingga meringis
Menyadap segala angan
Hiraukan rasa tubuh

Tak perlu mereka tau,
Apa-apa yg kau beri
Hanya keiklasan yg mereka mau
Demi anak mereka jaga
Demi perut yg tak terjaga
Hanya untuk sesuap nasi
Untuk menyambung nyawa

Tak ingin tau apa yg ada
Tak peduli apa yg terjadi
Ini jiwa,
Butuh nyawa

Uluran tangan kalian rantai hidup kami
Ntah masak atau mentah,
Kami hanya bisa balas kasih
Dengan seukir senyum dan seutas do'a
Hanya untuk disini

Sabtu, 03 Desember 2011

ISTILAH PUISIKU

Ikatan kata wujud makna
Goresan jemari mutlak berarti
Hitam disana berwarna dalam nubari
Mutlak hitam - tanpa dusta
Istilah hatiku
Untaian puisiku

Tak sekadar kata bermakna
Tak sekadar indah dibaca
Tak sekadar bening di telinga
Tapi rasa yang sentuh jiwa
Disana puisiku terasa
Dalam nyawanya

Disana tersiar
Luapan kata hati yang terpampat
Hingga negri dimana bintang berpindar
Dari bunga teratai yang mekar
Hatiku berkata dalam puisi
Disana nyawa tetap abadi

PELANGI DALAM DANAU

Disanalah terlukis pelangi itu
Warna dalam beningnya danau
Biarkan disini kunikmati cerminanmu,
Yang bermain dalam muka danau

Temani aku disini
Agar tak tersia-siakan
Dia yang indah
Dia yang menawan
Dia yang buatku tak berhenti menatap
Betapa berharganya pelangi itu
Bersembunyi malu dibalik danau
Dipermainkan ikan
Andai kau teruntukku

Jumat, 25 November 2011

IKUT AKU

Lepaskan ikat tu
Ku ingin terbang
Disana ada yang ku mau

Pintaku
Kau ikut dengan ku
Mengepakkan sayap ini
Tuk menuju barat
Dimana terbias cahaya mentari

Tempat harapanku ku tanam
Ingin ku pupuk tanah itu
Temani aku disana

Rabu, 23 November 2011

Putri Insan Adiwarna

Ooo...ini hati
Kesana kan menjaga
Tuk satu insan

Adiwarna - elok senyumnya
Vakum gugur habis
Indah sejuk dalam sanubari

Adiwarna - binar matanya
Nirwana bebas lepas
Indah damai dalam sanubari

Rabu, 16 November 2011

R1423D25LD17L

Patik cegak dimari
Tak sayup angin
Tak goyah pertiwi
Tetap, Patik cegak dimari

Sirat patik, sira inilah
Ntah nilai kau dapat,
Ntah karakter kau jumpa,
Tiga buang dan turun

Celoteh dikit atas sanubari
Apa kirana arah caya matamu
Menyulih semata sukmamu
Membatinkan kasih,
Pada patik punya nurani

Minggu, 13 November 2011

HARMONI KALBU

Biar lempar tutur
Harmoni kalbu
Tak membatinkan kalbu

Hingga tak hasil
Harmoni kalbu
Tak gobar hati, Tak kusut muka

Sabtu, 12 November 2011

CUKUP SEPETIK

Sepetik saja
Harap terang

Harap
Harap
Riang, senang
Tunduk, layu
Mungkin lain tanda

Jumat, 11 November 2011

HARUS ESOK

Mentari tak bersembunyi
Cerah jalan tuk dinikmati

Namun entah esok
Putar otak tuk sejumlah nilai - entah pitak

Bukan pilihan,
Harus dijalankan

Sabtu, 05 November 2011

CAHAYA TITIPAN ILAHI

Ini saat sebuah nyawa menghela nafas
Kali pertama menerka angin yg ternyata dingin
Menebar isak tangis hingga sudut kamar
Kulitnya halus, lembut....
Dan matanya berlinang air mata

Suara tangisnya yg terdengar kala nafas berhembus lega
Alhamdulillah...
Karunia-Mu yg maha agung
Ruh Ilahiah kau hembuskan padanya
Hamba ikrarkan islam pada jiwanya
Dengan seruan adzan yg hamba bisikan

Berikan ridha-Mu untuk kami
Menjaga titipan yg hanya milik-Mu
Segala keiklasan kami titiskan untuknya
Cahaya yg suci ini akan kami jaga
Dalam setiap bangun dan tidur kami
Hingga kau takdirkan Cahaya ini untuk kau bawa kembali

Terimakasih kami pada-Mu ya rabb
Telah kau berikan kebahagiaan yg teramat indah bagi kami
Dengan Cahaya yang kau titipkan pada kami
Kini kami Iklas Cahaya itu Kau ambil kembali
Kami tau jalanmu yang terbaik

Salamkan Cinta Kasih kami untuk anak kami
Dialah Cahaya harapan kami

By : Fitrian Saputra/Caka Tama Bua
For : Intan Ifan/Bi Intan

Selasa, 01 November 2011

BARA UNIKOM 2011


Kami maba unikom....
Melangkah bersama di atas pijakan yg kokoh
Tujuan kita satu padukanHarapan kita gantungkan 

Walau Kita berakar dari pribadi yg berbeda
Dan Latar kehidupan yg beragam karya
Tapi disini kita bersatu padu, satu bara yg kita genggam bersama
Itu Bara UNIKOM....

Darah Kita tetap merah dan tulang tetap putih
Hanya berat, ukuran dan pikiran yg berbeda
Tapi Kita....
Coba tuk Satukan niat, berpegang prinsip, dan junjung tinggi solidaritas...

Saling percaya demi kesuksesan
Tak ada beradu perih tuk hal yg rancu...
Kini kita tlah dewasa, jadi pohon yg kokoh
Untuk menyokong pemikiran yg lebih maju....
Solidaritas pecahkan masalah dgn kepala yg jernih
Urusan nafsu yg berujung kekerasan takan menyelesaikan masalah...
Tetap berdiri di atas Bara UNIKOM 

SEMUA KITA BANGUN BARA UNIKOM
Berlandaskan pada kepercayaan dan solidaritas yg tinggi....
Menyongsong harapan dengan ilmu nurani...
Bila Kita bisa bermimpi,
Kita pasti bisa berkaya menggapai mimpi...

BERAWAL DARI MIMPI KITA MELANGKAH...
BARA UNIKOM TEMPAT KAMI BERPIJAK
UNTUK MENGGAPAI YANG TAK SEKEDAR MIMPI...

RENUNGAN HATI

Senyuman adalah pancaran isi hati yang manis
Dengan lantunan kata-kata lembut
Membuat tubuh seakan tertunduk

Di saat waktu terasa begitu lambat
Detak jantung hanya mengalir
Nafas semakin halus
Sejuk dan sayup

Dimana semua masalah dan beban menjadi teman setia
Dan ketakutan adalah mimpi buruk

Pejamkan mata
Rasakan lembut angin
Rasakan hangat cinta
Rasakan damai dalam setiap hembusan nafas

Dan detak jantung ini adalah kekasih
Dan semua yang telah lalu akan hilang saat membuka mata
Dan melihat betapa beruntungnya kita

By : Phiia Maulidya Octaviani

BETWEEN THE SKY AND HILL

Just see the rain...
             And
      Feel the cold of the night...

Lie down between sky and hill
                     See the sky with sowing star
             Just try to make your face with star grain
Coz I can't see you beside me

Rabu, 19 Oktober 2011

TAK MAMPU BERANJAK

Hanya mengukir jejak dalam setiap langkah...
Kerikil yg terinjak,
Tersandung batu,
Jatuh tersungkur tanpa ada tangan yg menjulur
Itu t'lah biasa melekat tak terherankan

Bahkan kini itu terjadi hanya kaki tangan sendiri yg jalani
Sungguh ini yg terbaik dari-Nya
Ku terima apa adanya dalam genggam sendiri

Biarkan mereka jd kenangan dan pelajaran
Biarkan dy bahagia dgn apa yg ada padanya
Ku hanya tak mau memaksakan kehendak hati
Bukan tak mau untuk beranjak kembali

By : Fisa Permana/Caka Tama Bua

Minggu, 11 September 2011

"TAROTIUS"


            Trap,, Trap,, Trap,,
          Perlahan sepasang kaki melangkah disebuah lorong sekolah, perlahan melangkah dengan otak yang kusut dan rumit tuk ditebak apa yang dipikirkannya. Tau gx kenapa Dedi Kobuzier (Tau akh gelap gimana nulis namanya yang bener) jidatnya bisa sampe lebar gitu bahkan lebih lebar dari sebagian besar wilayah kepalanya? Gx taukan kenapa??? Menerut orang lain sih disinalir tu sebagian besar rambut yang tumbuh di bagian depannya itu kena penebangan hutan secara liar oleh para kutu-kutu dkk dimasa kecilnya yang ntah segelap apa. Padahal niyah... sebenernya tu jidatnya makin lebar tu karena waktu dulu sebelum jadi master dia pernah mencoba membaca pikiran anak ini satu, tapi gx bisa mulu dan pada akhirnya setelah akibat yang berkepanjangan, tu jidat makin lebar dan tak pernah tumbuh lagi kerindangan di sana (Maaf bung Dedi, cuma ilustrasi azah...).
          Tius Petadi, ya... biasa di panggil Tius. Tius seorang pelajar SMA yang rindu dan penasaran akan dunia di bawah alam sadar atau mungkin bisa disebut dunia mistik yang tak dapat masuk akal dan mustahil tuk terjadi. Mungkin itu kali yah kenapa dan apa sebabnya otak dia kusut sampe gx bisa di baca ma bung Dedi, sungguh di bawah alam sadarrrrr......
Ekh,, Ekh,, Ekh,, dah sampe tu anak di kelas, kebanyakan ngemeng mulu sih... Makannya diem kalau ada orang yang lagi cerita! Ni anak kalau datang ke sekolah gx pernah kesiangan dan selalu datang paling pagi dari pada anak-anak yang laennya, malahan lebih pagi dari satpam sekolah. (kaya kuncen aza nich...)
Perquik mode = On!!
Sssiiiiiiuuuutttt.........!!! Cekiiiiitttttt........!!! DUAR!!!!! (Lebay akh!)
Setelah ceritanya disingkat dan di cabik-cabik dengan kekuatan supra sonik, akhirnya bel pulang sekolah bertiut...
Dengan muka kusut layaknya baju yang dah dijemur selama 2 bulan dan belum disetrika, Tius pulang dengan Tegar dan Gagah.
“Weeeiiittt.... Napa lo bengong mulu kaya keong???” dengan tegar Tegar berlantun.
“Hahh??? What?? Akh nggx napa-napa ko, cuma ni otak agak kelilit aza... Biasa lakh, abis makan kawat basi, salah masuk gitu malah ke kepala, jadi aza... ngelilit otak deh” Tembal Tius.
“Heart-heart atuh akh,, takunya tetanus...” Sok gagah tu si Gagah berlantun.
“Ealakh.... tetanus stadium emprat....!!” Tembal Tius lagi...
“Empat.....” Luruskan Tegar.
“Masih untung, dari pada stadium bola.... kan RDT (RuDeT)” Gagah menembal.
“Wkwkwkwkwkwk.....” Cekikikan mereka tuh.
Sekian lama dan tanpa akhir mereka tercekik-cekik ria bersama, mereka terhenti dengan kata....
“STOP!!! Kau mencuri dompet ku.... dompet ku...... Woy jambret!!!!!” Tegar Berwakwau kencang...... Why? Eta dompetna Tegar dicandak akang copet.
Wah..... dengan rasa solidaritas tinggi serta tegar dan gagah tapi tidak tius.... mereka langsung mengejar tu jambret dengan NOS Xtra! Tu jambret larinya cepet banget, kanya sih mantan pelari indonesia deh.
Tu jambret lari runtuhan rumah tua yang udah gx diurus lagi, dan banyak semak-semak yang tinggi, dan di ikuti juga ma Tius, Tegar, ma Gagah.
“Haduuuuuuh...... capek nih! Tu jambret cepet amet sih, kenap algi tu larinya” Tius berlantun sambil duduk di bawah dekat semak.
“Waduh, cilaka cicalengka ini makh.... Tu dompet isinya ada uang buat belanja hari ini tuh.... kalau gx ketemu bisa gx sekolah nih besok” Kicauan Tegar.
“Mang mu dibelanjain pa’an?? Ko bisa sampe gx sekolah besok???” Tanya Gagah.
“Akh ituuu...... Eeeuuuhh.... buat beli CD” Tembal Tegar.
“Wah rame tuh kayanya.....” Sambung Tius yang masih engos-engosan.
“Rame pa’an?” Tegar heran.
“Ya kan kita bisa nonton CD bareng tu kalau jadi beli. Hi,, Hi,,” Jawab Tius dingin.
“Akh kau mah tak betul.... Bukan CD itu!! Kalau itu mah gx usah dipikirin!” Tembal Tegar.
“Hahahaha,,,,,,, Sory deh.... gw kira CD beneran, taunya tudung saji buat lo” Tius bercengengesan...
“Hahahahahaha.......” Mereka ketawa.
Pas mereka berhenti kecapean ketawa, taunya masih ada satu orang lagi yang masih ketawa bablas dari balik semak. Mereka langsung deh nyamperin tu suara yang kaya kunti mu beranak. Ternya eh ternyata..... tu suara jambret yang lari, ternyata dia ngumpet di balik semak-semak dan gx kuat nahan ketawa ngedenger obrolan mereka.
Di gebukin tu jambret ma orang-orang sekitar situ yang lagi pada lewat dan nongkrong.
“Hufh...... akhirnya kembali juga ni dompet pada dekap peluk gw, gw kira bakalan beneran ilang ni dompet” Tegar melantunkan keriangannya.
“Gantung aza tu pak jambretnya di atas sumur, terus potong tu talinya, biar mati dalam sumur keabadian!” Tius berwakwau kesal pada jambret yang di bawa oleh para warga ke kantor polisi terdekat.
“Hahaha.... Bener juga lo Ius... Yu akh balik...!” Sambung Gagah dan mengajak pulang.
Saat pada langkah yang ke dua setengah. Tius melihat sebuah kotak kecil yang menarik perhatiannya, Kotak itu kira-kira sebesar dus kartu remi pada lazimnya, hanya saja dengan corak yang unik seperti batik.
“Wah, ada kartu remi tuh... lumayan buat main ma anak-anak. Lucu juga gambar batiknya, jarang-jarang ada kartu remi batik kaya gini, kayanya juga masih ada isinya, tapi ko lebih tebal dari pada kartu remi bisanyaya?? kaya yang lebih banyakan” Tisu berlantun, lalu ia membuka kotak itu perlahan.
“Ya ampun.... ini bukan kartu remi, ini kartu apa ya?? banyak gambarnya??” Tius terheran-heran dan rasa penasarannya mulai kambuh.
“Woy.... Tius!!! Gi ngapain lo?? Ayo....” Wakwau Gagah.
“Oh ia bentar..... Lebih baik gw gx kasih tau mereka dulu, gw mu selidikin dulu sendiri ini kartu apa” Lantun Tius pelan.
*Sesampainya dirumah*
Tius langsung masuk kamar karena penasaran kartu apa itu.
“Ini kartu apaan sih? Ko gambarnya gini ya?” kocehan Tius dalam kamar.
Perlahan kartu-kartu itu dikeluarkan dari dusnya, satu demi satu ia cermati.
“Rasanya gw pernah liat deh kartu-kartu kaya gini, tapi dimana ya?? Emmm....” Tius mencoba mengingat-ingat.
“Owh iah.... sekarang gw tau ini kartu paan!! Ni tu katu tarot yang bisa digunakan oleh para peramal-peramal zaman dulu, bahkan sampai sekarang masih ada yang menggunakannya” Diam sejenak.
“Tapi.... ko bisa sih kartu ini ada di rumah yang udah ambruk itu? Aneh, padahalkan tanah itu jarang ada yang menginjaknya. apa jangan-jangan ini punya jambret yang tadi ya? Akh gx mungkin, masa jambret punya kartu yang beginian. Kemungkinan sih ini kartu peninggalan orang yang dulu punya rumah disitu, dan kartu ini terjatuh. Mungkin sih kaya gitu, soalnya dusnya itu kotor banget hampir sama kaya tanah, untung mata gw ni jeli kalau liat yang beginian” Tius berlantun-lantun dalam hatinya sambil melihat satu persatu kartu itu.
“Tius.....!! Makan dulu nak, kamu lagi ngapain sih di kamar dari tadi?? Ibu dah siapin nih makanannya!” Sebuah kicauan terdengar dari ruang makan yaitu suara Ibunya Tius.
“Ia bu bentar lagi Tius makan, lagi tanggung nih....” Tembal Tius.
Trang,, Treng,, Trong,, Blug,, Duar,, Duar,,
Beres dah Tius makannya, sangking buru-burunya sampe rame kaya gitu makannya.
“Ini kartu gimana cara ngegunainnya ya? gx da petunjuknya lagi! Buat apa gw nemuin kartu begini tapi gx bisa makenya?? Huft....” Gerutu Tius sambil mengocok kartu itu perlahan-lahan dengan sejenak ia memikirkan sekolahnya besok karna belum mengerjakan tugas dari gurunya. Setelah beberapa detik ia mengocok kartu-kartu itu, tiba-tiba tiga lembar kartu terjatuh ke atas tempat tidurnya.
“Yah..... berantakan deh.... Ini kartu yang jatuh bagus-bagus juga gambarnya, apa artinya ya? Entahlah....” Tius mengambil kartu-kartu yang jatuh itu. Saat Tius mengambil kartu yang pertama, ia melihat sesuatu hal yang terjadi dalam kartu itu, gambar kartu itu berubah menjadi gambar sekolahnya dan dalam kartu itu digambarkan besok Tius datang ke sekolah terlambat.
“Waduh.... apa ini??? ko kartunya jadi gini sih?? ko gw telat sih? Gw kan gx pernah telat selama ini, ah ini kartu ada-ada aza.... tapi hebat juga sih, gambarnya bisa memperihatkan kejadian yang akan datang, tapi itu gx akan kejadian akh, orang gw datang pagi mulu” Tius sedikit terkejut dan heran akan kartu itu.
Lalu kartu yang kedua diambil, dan.... Wusshh.... gambar pada kartu itu berubah lagi dan menunjukan Tius beserta teman-temannya dimarahi oleh guru karena tidak mengerjkan tugas mereka. Tius terkejut untuk kedua kalinya saat itu karena kartu itu benar-benar membuatnya keheranan.
Kartu ketiga langsung Tius ambil dengan segera, kartu itu pun berubah lagi, kali ini kartu itu menunjukan Tius dihukum oleh guru dan disuruh memberdihkan WC sekolah.
“Ya ampun....!! Ini kartu kurang ajar banget sih!!! Ngehina gw banget! Gx mungkin akh semua ini benar-benar kejadian, paling juga cuma ilusi gw aja. Udah akh! Gw mau tidur aza....” gerutu Tius karena kesal melihat kejadian dalam kartu tarot itu.
Kartu-kartu itu Tius langsung masukan ke dusnya lagi dan menyimpannya di dalam laci meja belajarnya. Ia langsung naik lagi ke atas kasur dan mencoba untuk tidur.
Balik kanan, balik kiri (tapi gx balik kasur), buka selimut, tutup selimut (tapi gx buka-bukaan lo). Segala cara Tius lakukan untuk dapat tidur, tapi ia tidak bisa tidur juga. Dari mulai menutup matanya pake guling, sampai nutup semua lubang biar bisa tenang udah dia lakuin sampe berjam-jam, tapi tetep aza gx bisa tidur-tidur mulu.
“Ya ampun......... tolong gw agar dapat tidur...!! Gw kenapa sih...! Hufh.... Apa perlu gw minum obat tidur atau formalin?? Ni otak ko mikirin apa yang tu kartu tunjukin mulu yah? Apa yang tu kartu tunjukin bakalan beneran kejadian??” Semalaman otaknya Tius bolak-balik terus mikirin itu semua, malahan sampe jam 2 pagi ia baru bisa tidur.
*Keesokan paginya*
Triingg.... Trriiinnngg..... Dreetttt,,, Drreeetttt,,,,,,
Triingg.... Trriiinnngg..... Dreetttt,,, Drreeetttt,,,,,,
Suara alarem HP Tius berbunyi dan bergetar di atas meja..
“Ehmm...... aduh, masih ngantuk nih, malah bunyi lagi, bentar lagi akh!” Dengan mata siprit dan steng-steng sadar Tius matiin alaremnya.
Gubrak!!!!!
“Ehmmm.... Suara apa tu??” Suara keras tadi membangunkan Tius perlahan.
“TIUS.....!!! Kamu mau sekolah gx sih???!!! Ni dah siang!!!” Wakwauan ibu Tius langsung menggema, ternyata suara ribut tadi itu adalah suara pintu yang ibu Tius buka dengan kencang.
“Mangnya dah jam berapa sih?” Dengan muka yang masih sipit dan memelas Tius menjawab dengan dinginnya.
“Liat ni..!! Udah jam setengah tujuh!”
“Waduh!!! Gawat, gw telat..... Misi-misi bu, Tius mau mandi dulu dah telat!” Tius langsung mengambil ancang-ancang untuk mandi tanpa memperdulikan ibunya (jangan ditiru adegan ini).
“Dasar anak aneh, ckckckckck......” Ibunya dah gx aneh lagi dengan kelakuan anaknya yang aneh bin ajaib.
*Setelah beres bersuci*
“Aku berangkat dulu ya bu.... dah telat nih....” Tius tergesa-gesa karena telat.
“Ekh tunggu dulu bentar! Ini sarapan dulu......”
Selagi ibunya ngomong gitu Tius dah pergi deh, dasar anak gx berperi kemakanan, sayangkan tu makanan kalau gx dimakan.
Selang beberapa menit tau-tau Tius balik lagi ke rumah.
“Ibu... Ibu...” Wakwau Tius.
“Ia ada apa...? Loh ko kamu balik lagi Tius, ada yang ketinggalan??” Tanya ibunya heran.
“He,,he,, Uang sakunya bu lupa belum di kasih...” Dengan wajah so ijem Tius berkicau.
“Eumm..... Ibu kira ada yang ketinggalan! Nih,, makannya jangan kesiangan!”
“Kan ini juga ketinggalan bu. Lagian kesiangan juga baru kali ini aza”
“Udah,,udah,, sana pergi, ntar dimarahinguru lagi!”
“Ia bu. Dah....” Dingin banget tu Tius.
Di perjalanan Tius sangat tergesa-gesa ke sekolah, karena sebelumnya ia belum pernah berangkat kesiangan. Sesampainya disekolah gerbang sekolah telah ditutup.
“Yakh... beneran telat deh. Aduh...... gimana caranya gw masuk ni?” Tius bepikir sejenak.
“Satpamnya kemana ya, ko gx ada? Wah gerbangnya juga gx dikunci nih, kesempatan bagus ni, masuk akh.... hi..hi..” Perlahan-lahan Tius masuk dengan hati-hati dan berdebarnya jantung.
“Pyuuuhh...... akhirnya bisa masuk juga, untung tu satpam kagak adeu, kala ada bisa gawat sangat ini” Kicau Tius lega karna telah lolos dari cengkraman pertama, tapi belum tentu dia bisa lolos dari cengkraman yang kedua nanti.
“Waduh.... gawat tenan iki.... aduh! Gimana ya? Gurunya dah dateng lagi. Akh, dingin-dingin aza deh...” Pikiran yang acuh dari Tius.
“Permisi..... maaf bu saya telat, boleh masuk?” Dengan sok sopan dan watados Tius berkicau.
“. . . . . . .” Tanpa jawaban dari guru.
“Ya ampun..... ni guru maunya apaan sih? Gw ngomong gx di jawab mulu, apa mending gw masuk aza ya?” Dalam hatinya Tius berkicau.
Dengan dinginnya Tius langsung masuk aza ke kelas dan duduk di bangkunya tanpa memperdulikan guru yang ada di kelas yang sedang berbicara dengan salah satu mirid di kelas itu.
“Tius Petadi!! Kemari kau...” Gurunya memanggil.
“Iya bu, ada apa?” Tembal Tius dengan tetap dingin.
“Sopan banget tadi kamu masuk kelas tanpa permisi dan minta izin sama saya”
“Iya bu makasih... ekh maaf saya telat...”
“Kamu tu tau gx sih masuk sekolah jam berapa? Kenapa kamu telat?”
“Ia bu tau. Tadi saya..... bangun kesiangan bu, heu.... euh....... soalnya bu waktu malem....”
“Sudah cukup! Ibu gx mau tau apa kegiatanmu semalem. Sekarang kamu pust’up sepuluh kali!”
“I..ii..iya bu....”
Tius langsung melaksanakan misinya itu dengan semangat walau malu. Setelah selesai langsung deh Tius dipersilahkan duduk lagi. Saat guru menerangkan Tius tidak memperhatikan, dia hanya melamunkan kejadian kemarin malam.
“Haduh...... ko bisa jadi kaya gini ya?? Apa kartu itu benar-benar tau apa yang bakalan terjadi? Akh gx mungkin, paling juga ini cuma kebetulan aza” Dalam hati Tius ngomel dan terus memikirkan itu tanpa memperdulikan guru hingga jam pelajaran habis.
“Ekh,, Ekh,, Nari, tugas Geografi udah belum? Liat ding, gw belum nih” Tius mengemis contekan.
“Sama gw juga belum Ius, da anak-anak yang lain juga pada belum, dalah gx usah dikerjain aza, biar kompakan” Saran menyesatkan dari Nari.
“Owh... ya udah.... gw ikut gimana ramennya aza deh”
“Pak Pona datang,, Pak Pona datang..” Seorang murid berteriak-teriak saat melihat Pak Pona guru Geografi sedang berjalan di lorong menuju kelas.
Saat Pak Pona masuk, anak-anak sekelas diam semua setelah mengucapkan salam padanya.
“Anak-anak, sekarang tugasnya dikumpulkan semuanya, karena sudah tidak ada waktu lagi” Pak Pona berkicau.
“Belum pak.....” Anak-anak sekelas berkicau ria serempak.
“Kalian itu gimana sih!! masa tugas selama dua minggu belum selesai?? ini tu sudah tidak ada waktu lagi dan bla bla bla!” Pak Pona terus berkumandang tanpa henti sebelum ada tukang parkir yang bilang STOP.
“Pak Pona... Keruangan saya sebentar” Tau-tau ada kepala sekolah di luar pintu yang memanggil Pak Pona.
Saat itu seketika keributan berhenti saat Pak Pona pergi keruang kepala sekolah. Anak-anak dikelas membicarakan hal ini dengan ribut. Mereka bingung harus bagaimana menghadapi Pak Pona agar kembali tenang dan tak marah lagi.
“Anak-anak, sekarang kalian semua ikut bapak ke lapangan upacara” Pak Pona menghimbau anak-anak.
Seluruh anak-anak di kelas menuju lapangan, diperjalanan mereka terheran-heran, ada acara peringatan apa sampai harus ada upacara.
“Sekarang semuanya berbaris dengan rapih!!” Kicauan Pak Pona.
Seluruh anak-anak dengan cepat merapihkan barisannya dan penuh konsentrasi dan ketegangan.
“komando saya anmbil alih, Hormaaaattt......... Grak!!!!” Pak Pona melolongkan kicauannya.
Seluruh anak-anak mengikuti perintahnya. Setelah beberapa lama mereka terheran-heran, kenapa mereka tidak di siapkan kembali dan tetap hormat.
“Sekarang dengarkan bapak dengan posisi tangan masih hormat! Ini adalah hukuman karena kalian telah melalaikan tugas sekolah, kalian tetap disini dan tetap hormat dengan pandangan melihat bendera. Sebelum saya perintahkan untuk berhenti, jangan ada satu orang pun yang berhenti, Mengerti??!!” Kicauan Pak Pona yang merinding.
“Mengerti Pak....!!” Serentak anak-anak menjawab.
Ternyata saat Pak Pona dipanggil oleh kepala sekolah ke ruangannya, Pak Pona diperintahkan agar tidak marah-marah seperti tadi dan bertindak tegas. Jadi setelah itu Pak Pona memutuskan untuk memberi hukuman pada anak-anak dengan seperti ini agar mereka kapok.
Seluruh anak-anak tetap hormat pada bendera dengan diawasi oleh penjaga sekolah hingga bel istirahat berdering. saat bel istirahat bunyi dan Pak Pona melepaskan hukumannya, anak-anak langsung pergi ke kelas dengan wajah yang sangat kelelahan karena pegal dan panas yang menyengat.
“Ya ampun.... ini adalah gambaran kedua dari kartu tarot itu, apa kartu itu benar-benar asli? Kayaknya gx mungkin deh, tapi.... apa kebetulan bisa terjadi dua kali berturut-turut??” Tius semakin bingung dengan kartu-kartu itu dan semakin penasaran juga.
“Akh sudah lah... kita liat ja entar dengan gambaran yang ketiga, kalau itu beneran terjadi baru gw percaya!!” Gerutu Tius.
“Ust, mu ikut gx??” Salah satu temannya bertanya.
“Kemana??” Tius balik bertanya.
“Kita ke kantin...!”
“Ayo deh!” Setuju juga tu anak.
*Sesampainya di kantin sekolah*
“Mau beli paan ya?? Masih kenyang juga. Beli air minum aja akh...” Kicauan Tius dalam jiwa.
“Cuma beli minum aja Ust?? Gx beli makan?” Tanya salah satu temannya.
“H’eh, masih kenyang”
“Owh... ya dah, kita ke kelas lagi yu!” Ajak temannya yang lain.
*Sesampainya di kelas*
Sambil meminum Tius tetap berpikir tentang kartu tarot itu, ia  masih heran sangat dengan kejadian hari ini yang sama seperti apa yang ditunjukan oleh kartu itu.
Karena masih melamun memikirkan kartu itu terus menerus, Tius membuang plastik bekas minumannya dengan melemparnya keluar jendela kelas, tanpa disadari setelah beberapa saat setelah Tius membuangnya, tiba-tiba terdengar suara keras dari luar.
Brruuuuggg...!!
“Aduh....!!!!! Apa-apaan ini???!!! Siapa yang membuang sampah ini dimana saja??? Ayo jujur!!” Seorang guru terjatuh akibat menginjak plastik bekas minuman yang Tius buang kemana saja.
“Aduh pak ada apa???” Tius keluar dari kelas dan bertanya seakan tidak tau apa-apa.
“Siapa yang membuang sampah ini sembarangan???” Tanya guru itu dengan bengisnya pada Tius.
“Owh itu.... tadi itu bekas saya pak, saya tadi salah lempar, ntar saya buang deh pak, makasih udah mau mengingatkan pak” Dengan suhu di bawah 0°C dan watados Tius menjawab.
“Kau lagi??!!!! Sekarang ikut bapak ke ruang guru!!” Api membara dari sekujur tubuh yang garang.
“Euuhh..... ia pak! Sekarang saya kesana” Dengan wajah kebingungan Tius menjawab dan terpaksa menurut.
“Aduh.... ada apa lagi sih? Mang gw salah apa lagi sih?? Perasaan cuma buang sampah doang deh, masa sampe segininya, waktu itu aja gx di apa-apain.
*Sampailah pada sidang dalam ruang guru*
“Tius Petadi!!!” Raungan Pak Guru.
“Ia pak??!!!”Kaget tu Tius, dalam hati juga berkata “Waduh, mau dimakan nih gw, serem amat!!”
“Kamu tau kenapa saya bawa kamu kesini??!!”
“Euh......... jujur pak, saya tidak tau, hmm.......” Nyengir kuda.
”Hufh.... kamukan yang buang sampah tadi??”
“Ia pak, tadikan saya udah bilang itu saya, lagian udah saya buang lagi ko ke tempat sampah”
“Tius,,!!!!!! Gara-gara kamu tadi saya jatuh terpeleset didepan anak-anak yang lainnya!!”
“Ko gara-gara saya pak?? Yang bapak injekan plastik pak, bukan saya”
“Ia!! Tapi kamu yang buang sampah ini!!!”
“Owh ia pak, maaf..... lagian bapak juga jalannya gx liat-liat sih”
“Kurang ajar kamu!!! Kamu mau saya keluarkan ha???!!!”
“Waduh.....!! Jangan dong pak, masa gara-gara itu aja ko saya dikeluarin! Maafin deh pak..... saya janji gxkan buang sampah sembarangan lagi.... Maaf ya pak???”
“Ok, saya tidak akan keluarkan kamu dari sekolah ini, tapi.....”
“Aduh...!!! Makasih banget pak... makasih......”
“Bapak belum selesai ngomong Tius!! Dengerin dulu......! Kamu memang tidak akan saya keluarkan, tapi.... sepulang sekolah kamu harus membersihkan WC sekolah yang dekat kelas kamu! Mengerti??!!!”
“Ha?? Gx salah pak??? Euh...... ia deh pak ia....ntar saya kerjain”
“Ya sudah, sekarang kamu masuk kelas lagi sana!”
“Ia pak, makasih.....” sedangkan dalam hatinya berkicau “Aduh! Sialan ni guru, masa gw harus bersihin WC sih??? Aduh..... Bener-bener sial gw hari ni. Ternyata kartu itu bener-bener kartu tarot asli. Kartu itu tau kejadian yang bakalan terjadi atau dia yang buat kutukan ini sih??”
*Sepulang sekolah di WC*
Dengan uantengnya Tius membersihkan WC dengan peralatan seadanya.
“Adu..du..du..duh......! Capuek banget re.....!! Gx sekali-kali deh akh!” Gerutuan Tius sang kuncen WC.
*Di rumah Tius*
“Aku pulang……!” Tius melantun.
“Ko pulang’y sore Ius??” Pertarosan dari sang bunda.
“Iah, apa bu?? Owh itu… tadi ada kerja kelompok dulu sebentar di rumah temen, jadi agak sore pulang’y” Tembal Tius.
Tius langsung deng masuk ke kamar’y dengan tampang yang suntuk dan amburadul jadoel… hahaha…
Bruk,. Brak,. Brek,. Preeettt…
Tius melempar tas ke atas kasur dan sepatunya ke pojok kamar, serta di ikuti suara alam dari dalam tubuh Tius yang melengkapi suasana kamar yang sepi dan sunyi senyap yang kini menjadi bau dan mengandung zat metana.
“Hufh…… sekarang daku mulai percaya dekh ma ni kartu, gw kira ni kartu cuma boongan doang. Kaya’y asik juga ni kalau ku bisa ngeramal orang lain, jadi bisa tau orang lain kaya gimana deh tanpa kenal langsung. He..he..he.. Kicauan Tius dalam hati sambil memegang kartu dan tertawa kuda.
“Ku bawa ke sekolah akh besok, mungkin azah berguna” Lantun Tius.
*Esok hari’y disekolah*
“Ye,. Ye,. Ye...... Tak telat lagi deh I!!” Girang tuh Tius, dasar autis.
“Enak’y ngapain yah?? Lum ada siapa-siapa yang dateng, Owh ia ya.... daku kan bawa nih kartu tarot! Mending cari tau tragedi apa yang bakalan terjadi ntar pas masuk sampe pulang” Kicauan Tius.
Tius langsung mengeluarkan kartu dan mengocok’y perlahan sambil konsen pada kegiatan pelajaran. Beberapa menit telah berlalu, Tius mulai heran karena kartu’y gx ada yang jatuh” juga.
“Aduh…… Ko gx da kartu yang jatuh satu pun ya?? Biasa’y juga ada yang jatuh” Gerutu Tius.
Sudah sekitar tiga sampai lima menitan Tius mengocok kartu itu, tapi belum ada yang jatuh juga. Tius mulai kesal dengan kartu itu karena tak ada yang mau jatuh satu pun.
“Akh dasar kartu bodoh!!! Giliran mau yang serius aja, gx ada yang mau jatuh satu pun! Tau akh, dosor…!” Tius berwakwau olangan.
Teeeettttt…… Teeeeettttt……
Tuuuttttt… Tuuuuutttt……
Gujess… Gujess…
Alakh lebay bel sekolah’y, gx pake gujes,, gujes deh. Pelajaran dimulai seperti biasa’y, Tius juga mengikuti pelajaran tanpa dipengaruhi oleh kartu tarot itu lagi.
*Saat istirahat*
“Hufh… Jadi capek sendiri daku mikirin tu kartu satu! Ko kartu’y gx ada yang mau beekerja ya?? Apa harus di kamar gitu??? Akh gx mungkin, apa hubungan’y sama kamar ku. O ia… kenapa gx gw cari za di internet gimana cara pakai’y!! Dasar O’on…… Biar entar deh pulang seklah ku ke warnet dulu” Dapet pencerahan tu Tius.
*Pulang sekolah*
Whhuuusss…… (Ibarat’y suara Tius yang berlari)
Dengan tergesa” karena udah gx sabar lagi, Tius berlari ke rumah.
“Huuuffhh…… Capek juga lari dari sekolah ke rumah, dipikir” ku bodo juga ya, kenapa tadi gx naik kendaraan umum aza” Ngosngosan deh Tius setelah sampai rumah.
Tanpa basa-basi lagi Tius langsung menyalakan komputer’y, sampai” dia gx ganti baju dulu. Tius mencari data di google, tak lama setelah mengetik judul’y Tius berhasil menemukan bagaimana cara menggunakan kartu tarot.
Disana diterangkan bahwa satu buah pak kartu tarot harus di bagi jadi dua yaitu tumpukan 1 dan 2, setelah itu tumpukan 2 dibagi dua lagi jadi tumpukan 2a dan 2b, nah… yang dipakai tuk meralmal adalah tumpukan 2a itu. Setelah itu kartu itu diterbakan dengan susunan” tertentu dan bla,, bla,, bla… (Kepanjangan akh kalau diceritain makh)
“Owh… jadi begono to cara pake ni kartu, ngerti deh kalau gitu makh…” Ngarti dah tu Tius.
Seketika setelah menemukan itu Tius langsung mematikan komputer’y dan mulai mengganti pakaian’y terlebih dahulu, setelah itu makan dan kembali ke kamar’y.
“Ha,, Ha,, Ha… Ini dia waktu’y gw pake tu kartu tarot dengan serius tuk pertama kali’y, hehe…… Dimana ya tu kartu? O ia, ada di tas sekolah” Tius mengambil kartu itu di dalam tas.
“Aduh…… mana ya tu kartu?? Ko gx ada sih, padahalkan tadi ku taro disini, gx dikeluarin kemana”, tapi ko gx ada ya?? Apa jangan” ketinggalan di sekolah ya? Waduh… gawat deh kalau beneran ketinggalan disekolah, bisa” ada orang lain yang bawa itu kartu, aduuhhh……!! Gimana dong??!! Tapi ku yakin ko tadi ku dah masukin tu kartu k etas, tapi… Akh… tau akh gelap!!” Linglung dan Bingung deh Tius.
Semalaman Tius mencari-cari kartu itu dimana” sambil terus mengingat’y karena dia yakin telah menyimpan’y dalam tas.
“Haduh…!!! Ko gx ada sih kartu’y??? Aduh… gimana dong?? Masa ku gx jadi meramal sih??” Sambil tiduran di atas kasur Tius berkicau gelisah.
Beberapa menit Tius terus berpikir dan menginga” keberadaan kartu itu, tapi sayang sungguh disayangkan, ia tetap tak bisa menemukan dimana kartu itu, bahkan sampai ketiduran dan tak sadarkan diri sampai esok pagi.
*Pagi’y*
“Huuaammpp…… Hmm… jam berapa ini? Waduh??? Gawat!!! Gw telat nih!!” Tius mene’eng jam di kamar’y, yang ternyata menunjukan jam 07:16 WIB.
Tius langsung bergegas mandi dan setelah selesai sampai memakai seragam ia langsung meneju meja makan tuk sarapan.
“Bu… ko sarapan’y belum ada?? Udah abis ya?” Tius Bertanya kepada ibu’y yang ada di dapur.
“Sarapan apa?? Biasa’y juga kamu makan’y suka nanti jam Sembilan” Tembal ibu.
“Hah?? Ko jam Sembilan sih bu…? Aku dah telat nih ke sekolah… Ibu ada” aja!” Balas Tius.
“Kamu yang ada” aja… libur gini ko malah sekolah, belum bangun ya kamu?” Keheranan deh ibu.
“Apa?? Libur?? Mang sekarang hari apa bu, ko libur??” Tius bertanya heran.
“Hari minggu anak ku… kamu itu gimana sih!!” Ibu mengingatkan.
“Wah masa in ihari minggu?? Berarti ku salah dong……! Aduh… dasar pikun, tapi gx apa deh, jadi ku gx telat deh. Hehe…” Tius cengengesan.
“Makan’y jangan ngelindur pagi” gini…” Lanjut ibu.
“Ia bu ia…… Mau tidur lagi aza akh… masih ngantuk juga”
“Heh,, heh,, heh… mau kemana?? Dari pada tidur lagi, mending bantuin ibu beres” rumah, mumpung kamu bangun’y pagi, biasa’y sengaja siang biar gx bantuin ibu. Ayo bantu!” Ibu menjajah anak’y. (hahaha…)
“Ia,, ia bu… tapi bentar ya, ku ganti baju dulu, hufh…” Nada’y pelan karna malas.
Setelah itu Tius langsung membantu ibu’y membereskan rumah hingga seluruh isi rumah rapih dan bersih.
“Hufh… Akhir’y beres juga semua’y, gila cape banget!! (Diam sejenak) Kartu tarot itu kemana ya? Ko bisa ilang gitu aza, gx mungkin kalau ketinggalan atau ada yang membawa’y dari tas, apa jangan” kartu itu balik lagi dengan sendiri’y ke runtuhan rumah tua itu ya? Akh tu gx mungkin juga, tapi… apa ku cari aja ya kesana? Ia deh ntar besok pulang sekolah ku cari kesana, moga aja ada.

"KUCING GARI & MERPATI PHETHA"


(Petualangan dua mahluk Allah yang berbeda, tapi bersahabat selamanya)
                                                                                       

Tibalah dua ekor kucing kecil jantan terlahir ke dunia, satu berwarna hitam dan satu lagi loreng hitam dan coklat. Mereka lahir di pinggiran sungai di tengah kota yang ramai. Kucing hitam itu bernama GARI dan yang loreng bernama LOTTA.
Dari pertama Gari lahir, dia tidak pernah mendapatkan keadilan dan kasih sayang dari keluarganya, dia selalu saja dipojokan oleh keluarganya. Dan kedua orang tuanya lebih sayang kepada sodaranya yaitu Lotta. Gari tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa diam di dalam keluarga itu, dan dengan hati yang selalu tersiksa.
***
Di tempat lain, di sebuah bukit di pinggir kota, menetas 3 telur burung merpati putih, yang terdiri dari dua ekor betina dan satu ekor jantan. Yang jantan bernama RIKO dan yang betina bernama PHETHA dan PHENA. Phetha, dia merpati putih yang cantik dan hatinya mudah tersinggung. Walau begitu, dia sangat sabar dan tegar dalam menjalani hidupnya yang tak jauh berbeda dari kucing Gari.
Dalam keluarganya dia diperlakukan tidak adil dan kurang mendapatkan kasih sayang dari Ibunya. Hanya Ayahnya yang sayang padanya dan selalu memanjakannya.
Tidak hanya dalam keluarga saja Gari dan Phetha di perlakukan seperti itu. Di lingkungan luar pun mereka hanya diperalat oleh teman-temannya.
***
Waktu terus berjalan dan berlalu, kini Gari pun telah beranjak dewasa dan menjadi kucing remaja yang lebih baik. Walau kini dia telah cukup dewasa, tapi hidupnya tetap tidak berubah, dia masih diperlakukan sama seperti dulu, dengan ke tidak adilan dan tanpa kasih sayang keluarga.
Di lain hari Gari merenung saat malam hari, ia merenungkan nasibnya yang sedari dulu tak berubah. Dia bertanya-tanya kenapa hidupnya harus seperti ini dan tidak seperti kucing lainnya yang hidup lebih baik dan seperti sodaranya Lotta yang selalu dimanjakan. Selintas terpikir di kepalanya “Kenapa aku tidak pergi saja dari rumah dan berkelana mencari tempat baru dan kehidupan baru yang lebih baik dari pada sekarang? Karena tidak mungkin pula ku pergi ke rumah teman-teman ku, karena pasti mereka tidak mau membantu ku. Mereka hanya membantu aku karena mereka butuh aku untuk mereka jadikan boneka”.
Semenjak malam itu, Gari selalu berpikir tentang dirinya yang mungkin lebih baik melarikan diri mencari tempat yang lebih tenang untuk dia hidup.
Selang beberapa hari dari hari itu, terjadi kesalah pahaman antara Gari dan Ibunya, dan terjadilah pertengkaran besar antara mereka berdua. Karena Gari tidak mau lama-lama ribut dengan ibunya, dia terpaksa mengalah dan menyalahkan dirinya sendiri.
Dari sinilah Gari mulai tidak sabar lagi bertahan dalam keluarganya dan dari sinilah perjalanan Gari pun dimulai. Teringat dengan pikirannya untuk pergi dari rumah, Gari mulai meyakinkan hatinya dan memantapkan tekadnya.
Tekadnya pun mulai pasti, Gari mulai mencari-cari kesempatan untuk melarikan diri dari rumahnya agar tidak ada yang tahu dia pergi.
Setelah beberapa lama Gari menunggu, kesempatan itu pun akhirnya tiba. Sodara dan Ibunya pergi entah kemana, dan ayahnya telah pergi mencari ikan di pinggiran sungai yang jauh dari rumahnya.
Gari tak membuang-buang waktu lagi, dia segera bergegas pergi dan berlari menuju arah selatan. Setelah cukup jauh dari rumahnya Gari mulai kebingungan, kemana dia harus pergi selanjutnya. Sedangkan banyak jalan yang bercabang dan dia sebelumnya tidak pernah mengelilingi kota itu.
Gari terus berjalan tanpa tahu tujuannya kemana. Di perjalanan itu dia mendapatkan cukup banyak pelajaran.
Salah satunya, saat Gari merasa lapar di tengah jalan, dia tidak tau mau kemana mencari makanan, sedangkan kalau di rumah dia dapat makan dengan mudah karena sudah ada makanan yang disediakan oleh ibu atau pun ayahnya setiap hari. Dari kejauhan Gari melihat sebuah toko makanan kecil. Perutnya mulai miscal-miscal makin keras. Gari sudah tidak bisa menahan lagi rasa laparnya, dan dia terpaksa harus mengambil makanan secara sembunyi-sembunyi.
Sesampainya di toko dia masuk pelan-pelan dan mencoba mengambil makanan yang ada di atas meja. Saat dia akan mengambil makanan yang ada di atas meja, tiba-tiba pemilik toko datang dan memukulnya dengan sapu. Gari pun terlempar lalu jatuh dengan keras dan  merasa kesakitan karena pukulan tepat pada perutnya yang lapar.
Gari langsung berlari sekencang-kencangnya dengan menahan rasa sakit di dadanya. Setelah beberapa jauh dari toko itu Gari berhenti sejenak dan berbaring karena lelah dan sakit yang tak tertahankan.
***
Sementara itu di rumah Gari, Ibu dan Lotta telah pulang, mereka tidak melihat Gari dan mengira kalau dia pergi dengan Ayahnya mencari ikan. Tak kunjung lama Ayahnya tiba dengan membawa ikan. Lotta dan Ibunya merasa heran, kenapa Gari tidak ada bersama Ayahnya.
Lalu Lotta bertanya kepada Ayahnya “Mana Gari? Kenapa Ayah tidak bersamanya?”
“Ayah memang tidak bersama dia, bukannya dia tinggal di rumah semenjak tadi?” Jawab Ayah.
“Tidak ada Ayah! Gari tidak ada di rumah dari semenjak kami pulang tadi, Ibu kira dia dengan ayah!” Lanjut Ibu.
“Apa??? Tidak ada??” Hentak Ayah kaget. Lotta dan Ibunya hanya menganggukan kepala.
“Cepat kita cari dia!!!” Hentak Ayah.
Mereka mulai mencari Gari bersama kesekitar rumah. Berjam-jam mereka mencarinya, tapi tak juga ketemu. Mereka menyerah untuk mencari Gari karena tidak tahu harus mencarinya kemana lagi. Ibunya terus menangis dan menyalahkan dirinya sendiri karena kesalahan yang dilakukannya sebelum Gari melarikan diri.
***
Kembali ke Gari, setelah dia merasa sedikit lebih baik, Gari kembali berjalan dengan menahan rasa sakit yang masih tersisa dan lapar yang makin menjadi. Tibalah dia di sebuah gang kecil yang kotor, dia melihat se’ekor kucing yang sedang mencari makan dalam tempat sampah yang kotor dan benar-benar bau busuk.
Dari sini Gari sadar bahwa masih lebih baik tingggal di rumah dari pada di dunia luar yang nyatanya lebih sulit tuk hidup. Bahkan tuk mencari makan pun harus mengambil makanan sisa.
Terpaksa Gari harus mencari makan di tempat sampah itu. Gari pun mencoba mendekati kucing liar itu tuk meminta makanan.
“Permisi, apa saya boleh ikut mencari makan disini?” Tanya Gari dengan sopan.
“Siapa  kau???!!! Ini wilayah ku!! Pergi kau dari sini, atau ku bunuh kau!!!” Sentak kucing liar itu. Gari terhentak kaget dengan sentakan kucing liar itu. Gari bergegas pergi karena dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi.
Gari mulai berfikir, bahwa ternyata selain dalam keuarga, tidak ada yang lebih menyayanginya, ternyata seburuk apapun keluarga, disana tempat kasih sayang yang tulus dan yang terbesar.
***
Sementara itu sesuatu telah terjadi di tempat Phetha berada. Saat Phetha tengah kembali dari bermain dengan teman-temannya dia diberi tahu oleh Ayahnya, bahwa Ia harus pergi ke suatu tempat yang jauh untuk jangka waktu yang cukup lama.
 Di situlah Phetha sangat terpukul, dia tidak tau lagi apa yang akan terjadi bila Ayahnya pergi dan meninggalkannya. Dia tidak punya siapa-siapa lagi untuk tempatnya bersandar dari masalahnya. Sedangkan Ibunya sangat tidak peduli kepadanya. Dia lebih peduli kepada kedua sodaranya.
Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Phetha hanya bisa berharap Ayahnya cepat pulang dan dia bisa bersandar lagi kepadanya.
Ayahnya pun pergi terbang ke arah utara. Dengan hati yang berat Phetha mengizinkan Ayahnya pergi.
Mulai dari saat itulah hidup Phetha semakin tidak nyaman dan selalu ada masalah dengan Ibu dan sodara-sodaranya. Ketidak adilan, perlakuan yang menyakitkan hati, tidak dianggap dirinya,dll.
Dari situlah Phetha sadar akan nasibnya sekarang, kini dia harus hidup lebih mandiri dan mengurusi dirinya sendiri, tanpa ada orang lain yang membantunya.
***
Kini dengan perut yang semakin menjadi-jadi Gari terus berjalan dengan perlahan dan sering kali istirahat karena tak punya tenaga yang banyak tuk berjalan. Saat berada di pinggiran jalan, Gari sudah tidak punya tenaga lagi. Dia berhenti dan berbaring lemas, tak lama kemudian sebuah daging tergeletak di depannya, daging itu dibuang oleh seseorang karena sudah terlalu kenyang.
“Ya ampun, ada daging yang terbuang. Mungkin ini rezeki ku untuk ku makan” Ucap Gari dan segera memakan daging itu sedikit demi sedikit.
Telah habislah daging itu dan hanya tinggal tulangnya saja. Semangat dan tenaga Gari sudah kembali pulih seutuhnya. Kembalilah dia melangkahkan kakinya yang tanpa arah. Sambil melangkahkan kakinya dengan perlahan. Dia tersadar, bahwa rumah dan keluarga adalah tempat berkumpulnya kasih sayang yang terbesar dan tanpa pamrih. Gari mulai berfikir untuk kembali ke rumahnya lagi, tapi dia merasa malu dan takut bila harus kembali lagi. Lagipula kini dia sudah tersesat dan tidak tau ada dimana.
Terpaksalah dia harus berjalan lagi ke arah Selatan. Kini dia mengambil jalan yang lurus dan tidak berbelok-belok agar tidak tersesat lagi. Meski pun Gari mengambila jalan yang lurus, tapi tidak nasibnya yang lurus pula. Banyak kejadian buruk yang menimpanya lagi.
Dikejar oleh anjing-anjing liar, hampir tertabrak mobil, terkena cipratan air kotor, dan hambatan-hambatan lainnya yang ditimbulkan oleh manusia dan kecerobohannya sendiri.
Seperti pepatah yang mengatakan, bahwa di setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Dari kejadian buruk ini pun Gari mendapatkan pelajaran, bahwa dunia luar tak seindah yang dia bayangkan, dia harus menjaga dirinya sendiri agar tetap bertahan hidup. Karena sekejam-kejamnya ibu, masih lebih kejam dunia luar.
Telah beberapa hari Gari berjalan, sampailah dia di sebuah bukit di pinggiran kota yang bersih dan sejuk semerbak wewangian bunga dan dengan pemandangan hijau yang memanjakan mata.
“Waaahh….! Akhirnya aku menemukan tempat yang bagus untuk aku tinggal sekarang. Ternyata tidak sia-sia perjuangan ku selama ini.” Ujar Gari dengan hatinya yang sudah tenang.
Gari pun naik ke bukit itu dan beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang, yang membuatnya nyaman untuk beristirahat.
***
            Sementara itu terjadi sesuatu di tempat tinggal burung Phetha, yang ada di bukit itu. Sebuah pertengkaran terjadi antara Phetha dan Ibunnya. Pertengkaran itu terjadi karena Phetha sudah tidak tahan lagi diperlakukan tidak adil dan selalu disalahkan meskipun itu bukan kesalahannya.
Karena sudah tidak tahan lagi, dia berontak dan mengeluarkan semua isi hatinya selama ini yang terpendam rapat itu dihadapan Ibunya. Dengan isak tangis Phetha mengungkapkan kepada Ibunya. Ibunya hanya bisa diam mematung tanpa kata karena dia merasa salah.
Setelah seluruh sesal di hatinya dia ungkapkan, Phetha tanpa berpikir panjang langsung terbang dengan air matanya yang masih bercucuran.
Cukup lama Phetha terbang dengan tangisannya, ia pun mulai merasa lelah dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Phetha pun mulai turun dengan perlahan.
Sampailah ia di bawah dan beristirahat dimana Gari pun sedang beristirahat di tempat yang sama. Dengan isak tangisnya yang masih tersisa, Phetha merenung dan memikirkan Ayahnya yang telah lama pergi tak kunjung pulang.
“Aku rindu sekali dengan Ayah. Bagaimana ya kabarnya sekarang? Apa dia baik-baik saja? Sedang apa dia sekarang?” Phetha bertanya-tanya dalam hatinya dengan kerinduan yang dalam.
Saat Phetha masih terdiam dengan isak tangisnya, dari kejauhan Gari melihanya. Saat itu perut Gari sedang lapar karena telah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Gari berniat untuk memakannya karena dia sudah lapar sekali walau pun sebelumnya ia belum pernah berburu burung apalagi memakannya.
Gari pun mulai mendekati phetha dengan perlahan-lahan agar dia tidak terbang. Setelah jaraknya cukup dekat, Gari berlari sekencangnya dan langsung menerkam Phetha.
Phetha pun terhentak kaget dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi karena dia sedang lemas dan sedih. Saat Gari akan memakan Phetha, sejenak dia menatap wajahnya. Gari merasa kasihan melihat Phetha, karena dia terlihat sangat sedih dan tengah menangis. Gari pun mengurungkan niat untuk memakan Phetha.
Gari perlahan mengangkat kakinya yang menginjak Phetha dan bertanya “Kenapa kamu menangis? Apa karena aku?” Tanya Gari penasanran.
“Bukan, ini bukan salahmu. Kamu tak perlu tau masalah ku. Makan saja aku sekarang” Jawabnya dengan terisak-isak.
“Tidak, aku tidak akan memakanmu, aku tidak tega melihatmu. Lagi pula aku belum pernah memakan merpati sepertimu sebelumnya, ku hanya terpaksa melakukan ini. Ayolah. . .ceritakan kepadaku apa yang membuatmu menangis seperti ini? Mungkin aku bisa membantu.” Ujar Gari dengan membujuk Phetha agar mau bercerita.
“Tidak usahlah aku bercerita kepadamu, lagi pula kamu tidak akan mengerti. Lebih baik kamu pulang saja dan tinggalkan aku sendiri.”
“Pulang?? Aku kabur dari rumah sejak beberapa hari yang lalu. Aku tidak mungkin pulang, ku sengaja pergi dari rumah tuk mencari kehidupan yang baru. Aku bosan di rumah terus-menerus.” Ucap Gari dengan sedikit bercerita kepada Phetha, agar dia juga mau bercerita kepadanya.
“Kau kabur dari rumah??!!” Tanya Phetha kaget dan heran.
“Ya…benar!” Gari mengangguk.
“Sebenarnya…….ku juga kabur dari rumah. Karena aku sudah tidak tahan lagi tinggal disana.” Jawab Phetha dengan muram.
“Kalau begitu sama dong!! Ku kabur dari rumah karena aku merasa diperlakukan tidak adil disana. Ibu dan Ayah hanya membela sodaraku dan selalu menyalahkan ku, walau sebenarnya itu bukan kesalahanku.”
“Begitukah??? Aku pun begitu sama sepertimu, selalu diperlakukan tidak adil dan selalu disalahkan dengan kesalahan orang lain. Kenapa bisa kebetulan seperti ini ya?”
“Entahlah! Ku juga heran kenapa nasib kita bisa sama seperti ini. Oya, nama kamu siapa? Aku Gari, dari pinggiran sungai yang ada di tengah kota” Dengan muka Gari yang tersenyum.
“Wow..!! Jauh sekali rumahmu. Aku Phetha, dari bukit ini. Kamu sendirian sampai sini?” Tanya Phetha dengan muka yang kini sudah sedikit senang.
“Ya, ku sendiri! Tujuanku untuk berkelana mencari kehidupan baru yang lebih nyaman. Terus sekarang kamu mau kemana?” Tanya Gari.
“Entahlah, ku tak tau. Ku kabur dari rumah tanpa tujuan.” Phetha memasang kembali wajah yang muram.
“Bagaimana kalau kamu ikut aku saja? Daripada kamu tak punya tujuan lebih baik kita mencari kehidupan yang lebih tenang! Gimana?” Ajak Gari dengan semangat.
“Benarkah ku boleh ikut denganmu???” Tanya Phetha riang.
“Ya, benar! Itu pun kalau kamu mau…”
“Mau banget……” Phetha setuju dengan wajah yang kembali ceria.
“Kalau begitu kita mencari makan dulu yuk? Perutku lapar ni..”
“Boleh aja, kebetulan ku juga lapar. Aku juga tau dimana kita bisa mendapatkan makanan, untuk ku dan kamu.” Ujar Phetha.
Mereka pun mulai pergi ke tempat yang ditunjukan oleh Phetha. Phetha naik di punggung gari, dan Gari terus berjalan menuruti apa kata Phetha sambil berbincang-bincang.
Dari sinilah persahabatan mereka dimulai. Persahabatan dua mahluk Allah yang berbeda. Perbedaan itu bukanlah suatu penghalang bagi kita untuk menjalin sebuah persahabatan yang baik. Meskipun berbeda kita tetaplah satu.
Tibalah mereka disebuah rumah kecil di tengah bukit itu. Tempatnya sejuk dan tenang. Ternyata rumah itu adalah rumah seorang wanita yang baik hati yang tinggal sendiri. Wanita itu sangat menyayangi hewan-hewan yang ada di bukit itu. Maka dari itulah Phetha mengajak Gari ke tempat itu untuk meminta makan, karena sebelumnya dia sering meminta makan pada wanita itu.
Keluarlah wanita itu dari balik pintu. Wanita itu menyapa dengan baik kehadiran Gari dan Phetha dengan senyumannya yang indah.
“Wah……ternyata kamu merpati kecil. Kamu membawa teman baru ya? Kucing kecil yang lucu. Sepertinya kalian lapar? Tunggu sebentar ya, aku ambilkan makanan dulu” Ujar wanita itu dengan ramah, dan ia langsung masuk kedalam rumah mengambil makanan untuk mereka berdua.
Tak lama mereka menunggu, keluarlah wanita itu dari rumah dengan membawa sepiring nasi dan ikan.
“Ini..! aku hanya punya ini untuk kalian, mungkin kalian suka. Makanlah!” Wanita itu menyimpan makanannya di depan Gari dan Phetha. Gari pun memakan ikan dengan lahap dan Phetha memakan nasinya satu persatu.
Meski pun hanya makan makanan yang sederhana dan apa adanya,bila makan bersama-sama akan terasa lebih enak dan asik.
“Kalian lucu sekali. Lapar sekali ya?” Tatap wanita itu dengan senyumnya melihat Gari dan Phetha.
Nasi dan ikan pun telah habis ludes dimakan, lalu mereka berhenti sejenak dan bermain-main dulu dengan wanita itu {Agar tidak terlalu SMP(Sudah Makan Pulang)}. Cukup lama mereka bermain-main dengan gembira, mereka pun mulai kelelahan dan berhenti bermain.
Kin hari telah beranjak menjadi gelap perlahan-lahan. Gari dan Phetha pun pergi dari rumah itu dan mencari tempat untuk tidur malam ini, karena tidak mungkin rasanya tidur di rumah wanita itu. Telah sekian lama mereka berjalan, mereka menemukan sebuah pohon yang besar dan di bagian bawah pohon itu terdapat lubang yang cukup besar yang cukuplah untuk mereka berdua tidur malam ini. Mereka lalu masuk ke dalam pohon itu karena hari sudah semakin gelap dan mereka sudah mulai mengantuk dan langsung tidur.
***
Saat mereka tertidur lelap, tiba-tiba hujan turun cukup deras dan membasahi seluruh bukit itu. Tapi Gari dan Phetha tetap tertidur lelap karena begitu lelahnya.
Begitu pula di tempat gari tinggal, turun hujan yang sangat deras membasahi seluruh kota. Air sungai pun meluap dan arusnya kencang, keluarga Gari yang berada di pinggiran sungai pun terbawa hanyut beserta Orang tua Gari dan Lotta juga. Mereka semua mati dan Gari tidak mengetahui hal itu terjadi.
***
Matahari mulai terbit kembali, Gari dan Phetha beranjak dari tidurnya dan menuju sungai yang ada di bukit itu lalu membasuh tubuh mereka sekaligus minum. Setelah selesai, mereka berdiam diri sejenak untuk memikirkan akan pergi kemana mereka selanjutnya.
Setelah lama berpikir, akhirnya Phetha unjuk bicara, dia mengajak Gari untuk pergi mencari Ayahnya.
“Ri, bagaimana kalau kita mencari Ayahku saja?? Aku rindu sekali padanya, sudah lama aku tidak bertemu dengannya.” Ajak Phetha.
“Memang Ayahmu kemana…?” Tanya Gari penasaran.
“Ayahku pergi entah kemana, ku ingin sekali bertemu dengan dia”
“Begitu ya! Baiklah kalau begitu, kita pergi mencari Ayahmu. Tapi, kita akan mencarinya kemana???”
“Ayahku pergi ke arah utara, tapi ku tidak tau kemana tujuannya” Phetha memasang wajah murung.
“Utara???!!!” Tanya Gari Kaget.
“Ya. Utara! Emangnya kenapa kalau ke arah utara?? Apa ada masalah??”
“Tidak juga, hanya saja rumahku ada disana. Tapi tidak apalah, kita pergi saja! Lagi pula belum tentu mereka masih ada disana dank u juga sudah lupa jalannya” Wajah Gari sedikit murung.
“Benarkah itu?? Kamu mau menemaniku mencari Ayah??” Tanya Phetha  dengan senang. Gari pun menganggukan kepalanya tanpa bicara sedikit pun dan dengan wajah yang muram.
“Terimakasih banyak ya Ri!! Kamu memang sahabatku yang baik!!” Teriak Phetha girang.
“Ya….. sama-sama. Kalau begitu kita tak usah buang-buang waktu lagi, kita berangkat saja sekarang” Ajak Gari dengan menyembunyikan kesedihannya.
“Baiklah…!!!” Ujar Phetha.
Mereka pun berangkat menuju arah utara. Langkah demi langkah Gari berjalan dan Phetha berada di punggungnya. Telah lama mereka berjalan, dan akhirnya mereka pun keluar dari bukit itu.
Perjalanan mereka yang sebenarnya akan dimulai dari sini, di tengah kota yang besar dan penuh dengan bahaya. Mereka berhenti sejenak untuk menentukan jalan mana yang harus mereka ambil. Setelah sekian lama berpikir akhirnya mereka menemukan jalan yang akan dilalui untuk pergi ke utara. Mereka memilih jalan kecil yang tidak banyak orang dan kendaraan agar lebih aman.
Saat mereka sedang berjalan, tiba-tiba ada seekor kucing lapar yang menghadang mereka secara tiba-tiba. Gari dan Phetha terhentak kaget karena melihat seekor kucing loreng yang kelihatannya galak yang tiba-tiba muncul.
Ternyata kucing liar itu ingin memakan Phetha karena tengah lapar dan tidak ada makanan lain. Tapi, Gari menghalanginya dan melindungi Phetha agar tidak di makan oleh kucing liar itu. Kucing liar itu tetap berusaha keras untuk memakan Phetha, dan Gari terus menjaga Phetha hingga pada akhirnya mereka berkelahi. Perkelahian itu berlangsung cukup lama, Gari dan kucing liar itu telah terluka cukup parah. Tapi diantara mereka tidak ada yang mau menyerah, sampai pada akhirnya mereka merasa kelelahan, kucing liar itu pun pergi karena tidak kuat lagi untuk berkelahi dengan Gari lagi, begitu pula dengan Gari, terdiam lelah dan penuh luka cakaran dan gigitan.
“Kamu tidak apa-apa kan Ri??” Tanya Phetha dengan ketakutan.
“Tidak, tidak apa-apa ko, Cuma luka ringan saja”
“Luka ringan dari mana! Kamu penuh luka seperti ini!! Kenapa sih kamu bela-belain nolongin aku sampai ngorbanin diri kamu segala??!!”
“Kamukan sahabatku, mana mungkin aku membiarkan sahabatku sendiri celaka!”
“Tapikan tidak perlu sampai mengorbankan dirimu sendiri!!” Phetha mulai mengeluarkan air mata harunya.
“Sudahlah, tidak apa-apa! Lagi pula sudah lewat ini, yang penting kamu tidak apa-apa!”
“Makasih ya…! Kamu baik sekali padaku. Kalau begitu kita istirahat dulu ya, sampai lukamu sembuh”
“Baiklah!” Ujar Gari lemas.
Mereka pun beristirahat di tempat itu selama beberapa hari. Setiap hari Phetha yang mencarikan makan untuk Gari dan untuk dirinya sendiri karena Gari tidak kuat untuk berjalan.
Selama dua hari mereka beristirahat di tempat itu, dan Phetha terus merawat Gari. Kini Gari mulai pulih dan mampu untuk berjalan.
“Sepertinya ku sudah kuat tuk melanjutkan perjalanan kita lagi” Ujar Gari.
“Benar kamu sudah kuat tuk lanjutkan perjalanan kita lagi??” Tanya Phetha.
“Ya…! Kurasa begitu”
“Baiklah kalau itu maumu”
Mereka berdua melanjutkan kembali perjalanan itu. Berhari-hari mereka terus berjalan mencari Ayah Phetha yang pergi dari rumah. Berbagai peristiwa telah mereka hadapi bersama, dari mulai susahnya mencari makan, melawan kucing dan anjing liar, menghadapi kejamnya dunia liar yang katanya lebih kejam dari Ibu tiri, serta melalui rumah Gari yang berada di pinggiran sungai di tengah kota.
“Gari,lihat! Ada sungai besar, kita bisa minum dan istirahat disana sejenak” Ujar Phetha dengan riang.
“Ya… ku tahu itu, disana tempat tinggalku. Dulu…..” Phetha mengeluarkan raut wajah yang sedih.
“Benarkah itu rumahmu??? Kalau begitu mari kita kesana!! Ayo…” Ajak Phetha dan terbang menuju sungai itu, tapi ia berhenti dan kembali lagi ke Gari yang terdiam.
“Ada apa Ri? Apa kau tak mau melihat keluargamu?” Tanya Phetha.
“Tidak, ku tak mau pulang! Ku sudah terlanjur pergi dari rumah, dan percuma bila ku pulang, mereka takan menganggapku dan tak pedulikan ku seperti dulu” Jawab Gari dengan raut wajah yang memelas.
“Janganlah kau begitu Ri, bagaimana pun mereka tetap keluargamumu. Lagi pula itukan dulu, mungkin sekarang mereka telah berubah dan sadar akan kesalahan mereka” Rayu Phetha agar Gari mau bertemu dengan keluarganya.
“Begitukah??? Lalu, bagaimana dengan ibumu?? Bukankah kau juga sama seperti ku, tak ingin bertemu dengannya???” Gari mencoba memutar balikan pembicaraan.
“Ya, mungkin itu benar, tapi dia tak pernah pedulikanku, dan ini lain Phetha, mereka pasti ingin bertemu kamu!!”
“Memangnya Ibumu tak mau bertemu denganmu lagi??? Dia juga ingin bertemu kamu…!! Bagamana pun dia Ibumu” Gari memutar balikan keadaan.
“Ok,,Ok,,!! Ku akui itu, tapi ku ingin bertemu dengan Ayahku itu sebabnya ku pergi, sekarang ku mohon kamu mau bertemu dengan keluargamu” Ajak Phetha kembali.
“Baiklah kalau kamu memaksaku, tapi hanya sebentar dan kita langsung pergi lagi mencari ayahmu”
“Baiklah asalkan kamu mau bertemu dengan mereka” Phetha tersenyum bahagia.
Mereka mendekati sungai itu dan Gari diikuti Phetha menuju tempat dimana keluarga Gari tinggal. Setelah Gari sampai di tempat itu, ia terhentak kaget. Keluarganya tidak ada disana, dan tempat itu benar-benar kosong. Hanya sisa-sisa kardus yang berantakan rata dengan tanah.
“Gari, mana rumah dan keluargamu? Kenapa nggak ada?” Tanya Phetha penasaran.
“Mereka…mereka pergi Tha….. mereka tinggalkan aku sendiri. Sekarang ku tak punya siapa-siapa lagi” Perlahan Gari mengeluarkan air mata sambil menunduk.
“Tenanglah Ri, kamu masih punya aku disini. Aku akan selalu ada dekatmu sebagai sahabatmu” Phetha mencoba menenangkan Gari.
“Terimakasih….. ku percaya itu. Lebih baik sekarang kita mengambil minum dan segera pergi lagi, ku tak mau lama-lama disini” Ujar Gari dengan sedikit rasa sesal.
Mereka mengambil air minum dan membasuh diri mereka yang kotor. Mereka bergegas pergi dari tempat itu karena Gari tak mau lama-lama berada disana. Setelah beberapa meter dari rumahnya, Gari menengok ke belakang melihat rumahnya tuk terakhirkalinya.
Berhari-hari Gari melangkahkan kakinya dengan semangat dan tekad yang kuat tuk bertemu dengan Ayah Phetha. Dan dengan hambatan-hambatan yang selalu ada bergantian mereka tetap tidak menyerah tuk terus berjuang demi tujuan yang harus dicapai.
Dengan 5L (Lemah, Letih, Lesu, Lunglai, dan Lapar) mereka akhirnya sampai di sebuah hutan kecil yang cukup jauh dari kota. Mereka masuk ke dalam hutan itu tanpa rasa takut akan segala yang ada di dalamnya. Perasaan Phetha mengatakan bahwa Ayahnya ada dalam hutan itu dan sedang menunggunya.
Setelah cukup dalam mereka masuk ke dalam hutan itu, mereka menemukan sebuah lapang hijau yang luas dengan danau yang jernih, beserta hewa-hewan liar yang hidup tentram.
Dari kejauhan Phetha melihat Ayahnya yang sedang bertengger di atas sebuah pohon besar.
“Gari, lihat!!! Itu Ayahku…..!!!” Teriak Phetha dengan hati yang sangat senang.
“Dimana??? Aku tidak melihatnya!” Tanya Gari penasaran.
“Itu…di atas pohon yang besar itu!!”
“Itukah Ayahmu…?? Baguslah kalau begitu, akhirnya kamu bisa bertemmu dengannya. Ayo kita hampiri dia!”
“Ayo…..”
Gari mendekati pohon besar dimana Ayah Phetha berada. Kini mereka telah sampai di bawah pohon itu, Phetha memanggil Ayahnya. Ayahnya pun melihat ke arah Phetha. Tapi, saat Ayahnya akan turun menghampiri Phetha dan Gari. “Dooooorrrrr!!!!!” Suara senapan yang keras terdengar dan seketika mengenai Ayahnya Phetha.
“Ayaaaaahhhhh……!!!!!” Teriak Phetha dengan histeris.
Ternyata ada seorang pemburu yang rupanya sudah mengincar Ayahnya sejak tadi. Phetha menghampiri Ayahnya yang terjatuh dengan air mata yang bercucuran.
“Ayaaaah… jangan tinggalin Phetha…! Bangun Ayah….bangun…..” Phetha mengeluarkan air mata yang berlinang.
Gari kesal sekali ke pemburu itu karena telah membunuh Ayah Phetha. Ia berlari ke arah pemburu itu dan menerkamnya.
“Dasar pemburu sialan…!!!!!” Teriak Gari sambil mencengkramnya dengan sekuat tenaga.
Karena Gari hanya kucing kecil biasa, pemburu itu melemparkan Gari dan tanpa rasa kasihan ia langsung menembak Gari dua kali berturut-turut. Gari mengeong keras karena kesakitan dan ia mati seketika itu juga.
“Gari……!!!” Teriak Phetha melihat Gari di tembak berkali-kali, ia langsung terbang menghampirinya.
“Gari…jangan tinggalin aku juga…! Ku tak punya siapa-siapa lagi selain kamu” Phetha menangis terisak-isak. Phetha sangat sedih dan lekas terbang menyelamatkan dirinya. Tapi sayang, sunguh disayangkan, seperti Ayahnya dan Gari ia pun ditembak pula oleh pemburu itu dan mati.
Akhirnya Gari berhasil menjalankan misinya mengantarkan Phetha kepada Ayahnya, dan Phetha akhirnya bertemu dengan Ayahnya, walau mereka bertiga akhirnya harus mati dan damai di alam sana.
Bila kita berjuang terus dengan sekuat tenaga, kita pasti mendapatkan apa yang kita capai. Dan persahabatan akan selalu ada saat duka maupun suka, dan akan mengantar kita untuk mencapai impian kita.
Terus bekerja keras untuk mencapai impian dan ikatlah erat-erat tali persahaban, dan jangan lupakan keluarga kita, sebagaimana pun kejamnya keluarga. Karena hanya dalam keluargalah kita dapatkan kasih sayang yang sebenarnya.

TAMAT